Minggu, 15 Juni 2008

Cacingan

Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai dari yang gede-gede seperti cacing perut, sampai yang imut seperti cacing kremi. Tapi apa semua orang mau ngaku cacingan? Malu kali, soalnya penyakit ini biasanya diderita oleh orang “susah” dan gaya hidup yang kurang sehat (bersih). Dan apa semua orang paham dan memiliki pengetahuan yang benar tentang penyakit ini? Nanti dulu.

Berhubung parasit di tubuh jenis cacing cukup banyak macamnya, maka saya akan bahas salah satu saja, yang kepopulerannya cukup tinggi di masyarakat Indonesia. enterobius vermicularis (oxyuris vermicularis) atau cacing kremi.

Kalau orang kebanyakan menggunakan istilah cacingan atau kremi-an jika terinfeksi cacing ini, tapi istilah medisnya adalah enterobiasis atau oxyuriasis alias terinfeksi enterobius atau oxyuris. Penyakit ini hanya menyerang manusia, jadi bersyukurlah anda yang kremian karena hal itu memberikan sebuah fakta bahwa anda adalah manusia beneran.

Ta’aruf Dengan Oxyuris

Cacing betinanya berukuran 8-13 mm sedangkan jantan 2-5 mm. Cacing dewasa hidup di sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan sekum. Mereka memakan isi usus hospesnya.

Persetubuhan Mematikan


Perkawinan cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kawin dan cacing betina mati setelah bertelur. Cacing betina yang mengandung 11.000-15.000 butir telur akan bermigrasi ke daerah sekitar anal untuk bertelur. Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.

Infeksi dan Penularan


Infeksi cacing kremi dapat terjadi karena dua hal, menelan (secara tidak sengaja tentu saja) telur matang atau larva dari telur yang menetas dari daerah sekitar anal pindah kembali ke usus besar. Telur matang yang tertelan akan menetas di usus 12 jari.

Penyebaran cacing kremi lebih luas dibandingkan cacing yang lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan misalnya asrama, panti.

Di berbagai rumah tangga yang beberapa anggota keluarganya mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan di lantai, meja, kursi, buffet, tempat duduk kakus, bak mandi, sprei, dan pakaian.

Penularan dapat dipengaruhi oleh penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah sekitar anal (autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi. Telur cacing dapat terisolasi dari debu sehingga debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angina sehingga mudah tertelan.

Karena kemungkinan penularan pada anggota keluarga cukup tinggi, maka seluruh anggota sebaiknya diberi pengobatan bila ditemukan salah seorang anggota keluarganya mengandung cacing kremi.

Gejala Klinis


Kremi-an relative tidak berbahaya. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina karena cacing betina yang mau bertelur tadi sering bermigrasi ke sini. Penderita juga sering menggaruk daerah anusnya, dan biasanya pada malam hari sehingga terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Beberapa gejala lain yang ditemukan penyelidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, mengompol, cepat marah, gigi menggeretak, dan insomnia.

Dapat sembuh sendiri


Masih lekat diingatan saya waktu dosen parasitologi saya bilang “cacingan itu tidak perlu diobati, yang penting kita putus mata rantainya dia akan sembuh sendiri”. Ya, infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tak ada pengobatanpun infeksi dapat berakhir. Asalkan kita melakukan pencegahan dan peningkatan kebersihan. Misalnya kuku selalu dipotong pendek, tangan dicuci bersih sebelum makan. Anak yang cacingan sebaiknya memakai celana panjang ketika tidur, pakaian dan sprei dicuci bersih dan diganti secara teratur. Makanan dihindarkan dari debu dan tangan yang kotor.

Mitos Kelapa dan Cacing Kremi


Mungkin karena bentuknya yang mirip, tersebarlah sebuah mitos aneh (dan bodoh), “kalau makan kelapa parut nanti bisa cacingan”. Padahal teori generation spontanea sudah lama tumbang. Tidak mungkin dari daging bisa lahir belatung, dari tumpukan padi muncul tikus, dan begitu pula dari parutan kelapa jadi cacing kremi. Kecuali kalau di parutan kelapanya memang ada telur kreminya. Sungguh saya tidak berani membayangkan kalau mitos ini benar, bagaimana dengan makan pare belut atau terong ungu? Maka, malam-malam atau ritual buang air besar pasti menjadi ritual paling menyiksa dan menakutkan dalam hidup. Bukan cacingan lagi kalau begitu, uleran, atau nagaan.

Tidak ada komentar: