Senin, 17 Desember 2007

Pertama ke Rumah Sakit Jiwa

Hari ini kunjungan pertama anak reguler 2005 ke Rumah Sakit Jiwa. Disuruh kumpul jam 8 pagi di RSMM Bogor, temen-temenku pada panic dan berangkat pagi-pagi. Bahkan katanya ada yang sampe disana jam 6 pagi! hue..he..jam segitu aku masih dirumah, baru mau mandi. Aku berangkat sendiri, ngga bareng rombongan, sampe di pocin jam 7, satu setengah jam setelah rombongan teman-temanku berangkat. Tapi Alhamdulillah aku sampe di Bogor tepat waktu, ngga telat lho..Allah memang baiiiik sekali.

Kita semua jalan bergerombol untuk mencari ruangan masing-masing. Kelompok yang sudah ketemu ruangannya langsung mulai masuk dan mulai interaksi dengan klien. Di perjalanan, tiba-tiba ada satu orang pasien teriak-teriak “monyet..monyet..!” dari dalem ruangannya, cukup membuat kita yang baru pertama ke rumah sakit jiwa ini ciut nyalinya. Aku yang tadinya masih nyantai jadi ansietas juga.

Kelompokku dapet ruangan tempat pasien laki-laki. Disana kita dikenalin sama pembimbingnya dengan pasien-pasien, kita boleh milih pasien yang mau kita rawat. Setelah dapet 1 pasien, hariku yang sebenarnya di RS ini dimulai.

Seperti biasa, perkenalan dan cari tempat buat ngobrol. Alhamdulillah pasienku ini cukup kooperatif. Bahkan aku yang semula mendiagnosa dia waham, baru sadar setelah dia sendiri yang bilang “suster katanya saya ini halusinansi ya..” Wah..pucuk dicinta ulam tiba, dapetlah aku masalah utama klien-ku ini. Ternyata dia menderita halusinasi yang cukup parah, bahkan kadang halusinasinya bisa menguasainya.

Berinteraksi dengan pasien (selanjutnya kusebut klien ya..) ku ini membuatku merasa kasihan sama dia. Empati-ku muncul (jieeh..), dia memperlihatkan bekas luka di tangan dan kepalanya, katanya dipukulin sama orang tuanya dan ada juga yang dipukul polisi. Klienku bilang dia punya orang tua 4 “katanya kalo punya orangtua banyak enak ya suster, tapi saya kok malah begini”. Menurutku, sebenernya klien-ku ini cukup beruntung karena dia dikirim orangtuanya kesini, bukan dikurung dirumah, dibuang di jalan, atau bahkan dipasung. Dengan ditempatkan di RS setidaknya dia bisa mendapatkan asuhan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Meskipun sempat dibilang penjelmaan dari Ranti si iblis dari neraka, aku cukup puas dengan kerjasama klien-ku ini. Dia menceritakan masalahnya dengan jelas, bicaranya nyambung, ngga kurang ajar (misalnya minta cium, colek-colek, dsb), dll. (temenku ada yang dicium sama kliennya loh..cewek sih..) dia itu sadar kalo dirinya sakit jiwa, dia bilang “yah maklum lah namanya juga ngobrol sama orang gila, ngga kaya suster yang normal gini..” he..he..dibilang normal sama orang gangguan jiwa..he..he..lumayan lah..

Ternyata merawat klien sakit jiwa tidak semenakutkan yang kita kira. Asal komunikasi kita tepat sehingga bisa membantu menyelesaikan masalahnya bukan malah menambah diagnosa baru. Mungkin suatu saat aku akan coba untuk ngobrol dengan orang gangguan jiwa di jalan yang kulalui..semoga diri ini bisa membantu menyelesaikan masalah mereka..semoga..

Buat temen-temen 2005 semangat ya ngerjain laporannya, besok kita kunjungan lagi ke panjalu dan kampung naga, SEMANGKA!

Kamis, 06 Desember 2007

Profesi Keperawatan, Perjuangan Dua Dekade

Dunia profesi keperawatan terus bergerak. Hampir dua dekade profesi ini menyerukan perubahan paradigma. Perawat yang semula tugasnya hanyalah semata-mata menjalankan perintah dokter kini berupaya meningkatkan perannya sebagai mitra kerja dokter seperti yang sudah dilakukan di negara-negara maju. Tapi yang namanya perubahan bukanlah perkara mudah. Bagaimanakah kesiapan pihak lain menerima perubahan ini, atau bahkan bagaimana kesiapan perawat itu sendiri yang berperan sebagai pemeran utama dalam perubahan ini?

Sebagai sebuah profesi yang masih berusaha menunjukkan jati diri, profesi keperawatan dihadapkan pada banyak tantangan. Tantangan ini bukan hanya dari eksternal tapi juga dari internal profesi ini sendiri. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi domain yaitu; Keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan, dan praktik keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan sistem pendidikan nasional, serta perubahan-perubahan pada supra sistem dan pranata lain yang terkait.

Kondisi keperawatan Indonesia memang masih jauh tertinggal dari negara-negara maju, bahkan dibandingkan negara-negara ASEAN sekalipun. Kurangnya penghargaan pemerintah terhadap perawat yang dibuktikan dengan pemberian gaji yang kecil padahal perawat memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang besar adalah salah satu contoh. Gaji kecil, yang bahkan tidak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup, seringkali membawa dampak pada profesionalisme kinerja perawat itu sendiri.

Tantangan internal profesi keperawatan adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan sejalan dengan telah disepakatinya keperawatan sebagai suatu profesi pada lokakarya nasional keperawatan tahun 1983 sehingga keperawatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bersifat profesional. Untuk menanamkan pondasi dalam-dalam sebagai salah satu profesi yang diakui masyarakat, perawat harus dapat menyuguhkan profesionalisme pelayanan keperawatan kepada masyarakat. Hal ini berbanding lurus dengan kualitas SDM tenaga keperawatan.

Kualitas SDM tenaga keperawatan akan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan formal perawat. Di indonesia, sebagian besar perawat memiliki pendidikan terakhir adalah SPK yang setara dengan SMA. Ironis jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan perawat di negara maju yang minimal sarjana. Oleh karenanya, yang mendesak untuk dilakukan adalah meng-up grade latar pendidikan, juga untuk memperkecil perbedaan dengan mitra kerja perawat yaitu dokter.

Jika dianalisa lebih mendalam, ada empat tantangan utama yang sangat menentukan terjadinya perubahan dan perkembangan keperawatan di Indonesia, yang secara nyata dapat dirasakan khususnya dalam sistem pendidikan keperawatan, yaitu (1) terjadinya pergeseran pola masyarakat Indonesia; (2) Perkembangan IPTEK; (3) Globalisasi dalam pelayanan kesehatan; dan (4) Tuntutan tekanan profesi keperawatan.

Di luar dari usaha pemantapan kedudukan sebagai sebuah profesi, ada sebuah fenomena yang cukup mencengangkan. Saat ini jumlah perawat yang menganggur di Indonesia ternyata cukup besar. Hingga tahun 2005 mencapai 100 ribu orang. Ini disebabkan rendahnya pertumbuhan rumah sakit dan lemah berbahasa asing. Padahal setiap tahun, dari 770 sekolah perawat yang ada di Indonesia, lulusannya mencapai 25 ribu perawat. Ironisnya, data WHO 2005 menunjukkan bahwa dunia justru kekurangan 2 juta perawat, baik di AS, Eropa, Australia dan Timur Tengah.

Di sisi lain, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang)4). Hal ini menunjukkan pada kita ada beberapa hal yang harus ditanggulangi dalam profesi ini.

Menjadi perawat di luar negeri tidaklah mudah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan-persyaratan tersebutpun bukan hal yang main-main, misalnya pengalaman kerja, kemampuan berbahasa asing atau telah mengantongi sertifikat lolos ujian NLEX (National Licence Examination).

Dengan keberhasilan perawat-perawat Indonesia tersebut berangkat ke luar negeri dan bekerja di sana, ini menunjukkan pada kita bahwa mereka adalah tenaga keperawatan yang mampu memenuhi syarat-syarat tersebut yang merupakan implikasi dari kualitas mereka. Secara tidak langsung menunjukkan bahwa tidak sedikit tenaga keperawatan Indonesia yang berkualitas baik dan diakui dunia internasional.

Di satu sisi kita dapat merasa tenang dan bangga, tapi di sisi lain kita justru harus merasakan kekhawatiran yang sangat. Karena perginya tenaga perawat Indonesia yang berkualitas ke luar negeri selain dapat berdampak positif juga dapat memberi dampak negatif. Dampak positifnya adalah sekembalinya mereka ke Indonesia, mereka dapat memberi wacana baru dan pencerahan bagi dunia keperawatan Indonesia lewat ilmu dan penglaman yang mereka dapat di luar. Namun hal ini juga berdampak negatif yaitu akan menimbulkan kekhawatiran masyarakat Indonesia menerima pelayanan dari tenaga perawat yang tersisa di Indonesia, yang kualitasnya di bawah tenaga keperawatan yang bekerja di luar tersebut. Apalagi dengan fenomena kurang dihargainya perawat di Indonesia dan tingginya permintaan dari luar negeri akan memicu perawat-perawat berkualitas di Indonesia untuk mencari “penghidupan yang layak” di luar negeri.

Tantangan lain dari eksternal profesi keperawatan adalah kesiapan profesi lain menerima paradigma baru yang kita bawa. Perlu adanya kesediaan profesi kesehatan lain memberi kesempatan pada perawat untuk berkembang dan membuktikan diri. Tentu saja bukanlah proses yang mudah, karena tidak sedikit dokter yang memandang perawat, setinggi apapun pendidikannya tetaplah seorang pembantu dokter yang bertugas menjalankan perintah dokter, yang tidak punya inisiatif sampai perintah dokter diberikan.

Pada akhirnya untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan juga tidak kalah pentingnya peran serta pemerintah. Organisasi profesi dalam menentukan standarisasi kompetensi dan melakukan pembinaan, lembaga pendidikan dalam melahirkan perawat-perawat yang memiliki kualitas yang diharapkan serta pemerintah sebagai fasilitator dan memiliki peran-peran strategis lainnya dalam mewujudkan perubahan ini.

Sumber:
www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=78
www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=107
www.io.ppi-jepang.org/article.php?id=159
www.kompas.com/kompas-cetak/0106/29/nasional/pera37.htm


(essay ini kutulis sekitar 1 tahun yang lalu, maaf kalau buat kutipannya kurang baik, sama sekali tidak bermaksud memplagiat tulisan orang lain)

Langkah Pertama, Kata Orang paling Berat

Post pertama, Langkah pertama aku di blog ini. Sebelumnya udah punya blog sih disini dan disana, tapi blog yang ini beda. Karena ini blogku yang khusus menulis tentang keperawatan. Bukan berarti aku uda jadi perawat yang expert dan ngelotok tentang hal-hal yang berbau keperawatan, tapi setidaknya aku akan menulis hal-hal yang aku ketahui yang berhubungan dengan nursing disini. Semoga bisa membantu dan bermanfaat buat para pengunjung.
Ok..jangan bosan berkunjung lagi..